Pak Kiai Wafat
Ciputat, As-Shuffah- Kamis pagi, ketika mentari baru saja
menyibak tirai cahayanya, ratusan mahasantri Darus-Sunnah baru saja
menyelesaikan pengajian halaqoh di masjid. Baru saja menghirup udara
pagi di luar masjid, tiba-tiba tampak beberapa orang tengah berlarian sigap
seperti ada yang tidak biasa terjadi.
Salah satunya mendatangi saya, dengan lirih namun menyentak,
ia berkata, “Pak Kyai Wafat!”
Hatiku menggeledek-mengguntur. Dadaku sesak oleh tohokan
berita yang tidak pernah diduga-duga ini. Kedua mataku menghangat. Meski
demikian, aku tetap bergeming tidak percaya. Beliau kemarin masih sehat-sehat
saja, kenapa tiba-tiba harus menutup usia.
Tak lama ratusan mahasantri tampak linglung mendapati berita
ini, antara terkejut dan tidak percaya. Kaget setengah mati karena didapati
orang yang dicintai diberitakan telah tiada. Beratus potong wajah yang
kebingungan itu tak lama kemudian bergegas memastikan kebenaran berita duka
yang segera tersebar.
Pesantren ramai. Hingar-bingar. Hiruk pikuk orang lalu
lalang. Saat berita sudah dinyatakan benar semua mahasantri jiwanya tersentak. Kamis
kelabu. Kamis yang menyisakan pilu. Kamis yang berbeda dari kamis-kamis yang
lain.
Seketika Darus-Sunnah dirundung sendu.
Akupun bergegas menuju rumah duka. Rumah Pak Kyai yang
letaknya kira-kira 100 meter dari asrama putra kusambangi dengan langkah
terhuyung seraya hati ikut berdentum. Serentak, semua mahasantri melakukan hal
serupa. Di antara ribu-ribu langkah yang terayun luruh ratusan bulir air mata. Di
antara ritme nafas yang terengah-engah terdapat jiwa yang tercabik-cabik.
Setibanya disana semua bermuram aura. Luka berbaur duka
mengungkung perasaan. Menikam kesadaran yang masih mengawang-ngawang. Betapa
cepat dan tiba-tiba beliau pergi meninggalkan kita...
Tapi pena takdir sudah mengering. Suratan hidup sudah
lengkap ditulis di lauhil mahfuzh sana. Termasuk kepergian Pak Kyai untuk
melepas rindu dengan kekasihnya, Allah dan Rasulullah Saw, telah tiba.
Jenazah Datang
Seraya menanti jenazah beliau tiba dari RS. Hermina,
Ciputat, kami beres-beres di rumah duka dan menata apa yang perlu dirapikan. Lantunan
ayat suci al-Qur’an kemudian menggema di kediaman. Lirih dzikir mengangkasa
dari lisan-lisan mahasantri atau masyarakat yang ada di sekitar sana.
Ketika jenazah tiba, ditgotong dari mobil menuju rumah,
kemudian direbahkan di ruang depan rumah Pak Kyai. Puluhan orang mengerumuni
jenazah dan berhimpit untuk melihat wajah beliau yang tenang dan meneduhkan.
Termasuk saya.
Komentar
Posting Komentar